Penyelundupan
satwa liar merupakan sebuah epidemi global. Hasil perdagangan bernilai miliaran
dolar per tahunnya, membuat hewan-hewan seperti badak, gajah, trenggiling,
tiram, dan hiu menuju kepunahan akibat dari perdagangan gelap.
Jaringan
kriminal kini semakin canggih dari sebelumnya. Pendekatan baru berteknologi
tinggi sedang dikembangkan untuk mengidentifikasi para pelaku dan membawa
mereka ke pengadilan.
National
Geographic bekerja sama dengan U.S. Agency for International Development,
Smithsonian, dan TRAFFIC—pemantau jaringan perdagangan satwa liar—untuk
mendukung “Wildlife Crime Tech Challenge.” Sebuah kompetisi di mana peserta
yang memunyai teknik inovatif untuk memerangi perdagangan hewan akan
mendapatkan hadiah hingga senilai $ 500,000.
Sementara itu, inilah
11 cara yang paling menjanjikan dengan teknologi baru untuk mendeteksi
kejahatan satwa liar, menangkap basah pemburu liar, dan membawanya ke penegak
hukum:
1.
Analisis DNA
Analisis
DNA telah membuktikan dan mengubah permainan di penyelidikan kejahatan satwa
liar. Dipelopori oleh Samuel Wasser, Universitas Washington, Seattle,
analisis DNA dari gading, dibandingkan dengan pemetaan DNA berbasis populasi
gajah, memungkinkan para peneliti mencari asal usul gading tersebut, dan
memusatkan perhatian pada daerah yang berisiko tinggi.
Mem-barcode DNA,
pertama kali dikembangkan oleh para peneliti Universitas Guelph, Otario,
Kanada, memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi sepesies dari fragmen dan
bahan genetik yang sangat kecil.
2.
Perangkap Akustik
Menggunakan
jaringan dari daur ulang telepon genggam, dilengkapi dengan panel surya dan
antena yang bertindak sebagai sensor, Rainforest Connection melacak pemabalakan
liar di Kalimantan.
Ponsel, disimpan di
wadah anti air, dipasang di seluruh hutan. Merekam, mengirimkan suara yang
terkait dengan aktivitas yang tidak sah, seperti pesawat, mesin truk, gergaji
mesin, ledakan, dan senjata api. Data-data tersebut dikirmkan ke server yang
berbasiscloud untuk dianalisis. Alat ini memungkinan untuk
menangkap penebang liar.
3.
Kamera Termal
Untuk
menghadapi tantangan bagi patroli yang memiliki area yang luas, keras, dan
pemandangan yang terbatas, para peneliti dan Wildlife Crime Techonology
Project, menguji citra kamera termal untuk memantau jalur masuk ilegal
dan kawasan yang dilindungi.
Ditempatkan
di perimeter area konservasi, sepanjang jalan, dan jalan setaak, kamera secara
otomatis akan mengirimkan peringatan kepada polisi hutan saat mendeteksi adanya
pemburu liar yang masuk ke wilaya yang dilindungi. Peranti lunak kamera dapat
membedakan gerakan alam, seperti cabang yang bergoyang dan manusia yang
bergerak.
4.
Analisis yang Canggih dan Pemetaan
Proyek
The Global Database of Events, Language, dan Tone (GDELT), didanai oleh Google
Ideas, melacak media siar, medi cetak, dan jaringan media di seluruh dunia
untuk tiga bulan agar dapat memetakan kejahatan satwa liar. Hasilnya
adalah peta interaktif yang memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi media
dalam perburuan badak di Afrika Selatan, perburuan elk di Kanada, penyelundupan
satwa liar di Kroasia, dan penangkapan ikan yang berlebihan di Brazil.
Dengan
cara yang sama, basis data The HealthMap Wildlife, yang dikembangkan oleh
Nikkita Patel di Univeristy of Pennsylvania, menggunakan akun media untuk
melacak kecenderungan dari kejahatan satwa liar untuk mengidentifikasi
geografis yang penting sepanjang rantai perdagangan hewan liar ilegal untuk
membantu penegakan hukum yang melarang peneyelundupan.
C4ADS,
perusahaan non-profit yang fokus pada konflik dan keamanan seluruh dunia,
memproduksi peta interaktif yang terus-menerus diperbarui yang melacak gading
dengan skala besar, amunisi yang digunakan dalam perburuan ilegal, serta
laporan tertulis dan informasi lainnya mengenai gading, macan, dan pasokan kayu
rantai.
Peta beserta data
analisis C4ADS, tersedia secara gratis untuk penegak hukum dan pengiriman
profesional, yang dapat membantu organisasi konservasi yang kekurangan SDA
untuk melawan sindikat perdagangan transnasional.
5.
Pemantauan Tata Ruang, Alat Melaporkan (SMART) , dan
CyberTracker
Peranti
lunak yang gratis ini telah digunakan di 120 area konservasi di 27 negara.
Mengintegrasikan data dari patroli kehutanan, menganalisis daerah perburuan ilegal,
dan ukuran kemajuan dalam penegakan hukum untuk membantu peningkatan
efektivitas mereka dalam memerangi kejahatan satwa liar.
Melalui
kemitraan dengan CyberTracker, yang sudah mengembangkan suatu alat genggam
untuk menangkap pengetahuan pelacak asli. Sistem yang menggabungkan pengetahuan
lokal dari perilaku dan gerakan hewan untuk lebih memahami ekologi lokal.
6.
Radio Digital
Bahkan
tekonologi sederhana yang ditingkatka, dapat membuat perubahan besar. Di Kenya,
polisi kehutanan mengganti jaringan radio dua arah, yang rentan terhadap
gangguan dan kurang fitur kemanan. Mereka menggantikannya dengan jaringan radio
digital yang memungkinkan ranger aman untuk berkomunikasi jarak jauh.
Berkoordinasi dengan markas, dan merespon cepat terhadap insiden perburuan dan
parkir liar.
7.
GPS-Baik yang Ada di Kamera ataupun Smartphones
Di
India, sebuah aplikasi bernama Hejje resmi diluncurkan. Hejje memungkinkan
rangers untuk menggunakan smartphones untuk melacak pergerakan
harimau, serta catatan melalui pengiriman foto isntan dan juga fitur lanskap,
seperti mengukur permukaan air, kebakaran hutan, dan kegiatan manusia yang
mencurigakan. Sehingga nantinya pihak taman dapat membuat keputusan apa yang
harus dilakukan saat itu juga.
Konservator
dari Amerika Serikat, Kanada, dan Kenya mengembangkan alat yang sama untuk
gajah Afrika, yang di mana menggunakan GPS dan ponsel pintar untuk melacak.
Nantinya data mengenai lokasi hewan dan pergerakannya akan ditransmisikan via
satelit atau jaringan ponsel lokal. Peneliti akan diberitahu bila ada sesuatu
yang terjadi, seperti ketika seekor gajah berhenti bergerak untuk jangka waktu
yang lama.
Datanya
juga dapat digunakan untuk membantu pihak berwenang melakukan intervesi sebelum
gajah merusak ladang petani atau untuk menemukan dengan cepat gajah yang
membutuhkan perawatan hewan.
8.
Virtual Watch Room
Pemancingan
yang Ilegal, tidak terlaporkan, dan tidak bergulasi, berpenghasilan
antara 10 hingga 23 juta dolar per tahunnya. Menurut Global Ocean Commission,
hal tersebut mengancam seluruh ekosistem serta ketahanan pangan dari jutaan orang.
Agar
dapat memonitor lingkungan laut dengan biak, Pew Charitable Trusts bekerjasama
dengan Satellite Applications Catapult untuk mengembangkan Virtual Watch Room.
Menggunakan gamabar dan pelacak satelit yang bersifat real-time, sistem
tersebut dapat mengidentifikasi gerakan yang mencurigakan, sehingga pihak
berwenang dapat mengambil aksi untuk menghentikan pemancingan ilegal.
9.
WILDSCAN dan Aplikasi Ponsel Lainnya
Diluncurkan
di Vietnam, WILDSCAN adalah aplikasi publik yang dikembangkan untuk membantu
petugas hukum mengidentifikasi, menangani, dan melaporkan penyelundupan hewan
liar.
Aplikasi
tersebut menyediakan informasi mengenai hewan-hewan yang sering diperdagangkan
di Asia. Tersedia pula informasi mengenai perawatan hewan liar dan tanaman,
seperti makanan yang dimakan atau bagaimana cara untuk meberi air, agar para
bihak berwajib dapat menangani hewan liar dengan aman.
Aplikasi yang sama
beroperasi di China (Wildlife Guardian) dan Afghanistan (Wildlife Alert) .
Kedua aplikasi ini tidak memerlukan koneksi internet untuk
mengoperasikannya.
10. Wildleaks
Diawali
dengan Elephant Action League, situs ini, diterjemahkan ke 16 bahasa.
Membolehkan pengguna anonim untuk melaorkan kejahatan hewan liar di seluruh
dunia. Situs ini menyediakan penegakan hukum dan wartawan dengan nilai
informasi kejahatan yang berharga yang berkaitan dengan gading, cula badak,
primata, trenggiling, burung, kucing besar, dan kayu.
11. Crowdfunding
Mendapatkan
dana untuk melawan kejahatan satwa liar selalu menjadi masalah, terutama di
negara-negara yang ekonominya kurang. Pasukan ranger dan konservator
menggunakan metode crowdfunding (pendanaan ramai-ramai) untuk membayar
alat-alat yang digunakan melawan pemburu liar, seperti drone untuk mengetahui
tempat pemburu liar, anjing pelacak untuk mengetahui lokasi gading, tempat
pemburu liar latihan, senjata, dan seragam.
Satu
organisasi di Kenya, David Sheldrick Wildlife Trust (DSWT), membantu gajah yang
“yatim piatu” lewat crowdfunding. Selain menyelamatkan dan merehabilitasi
bayi-bayi gajah, DSWT menyediakan perawatan mobile bagi gajah
liar yang terluka akibat dari pemburu liar.
*)
Patricia Raxter/nationalgeographic.com
0 Komentar