Makalah Algologi "EUCHEMA"

10:56:00 AM
A L G O L O G I
EUCHEMA






Disusun oleh :
Nama : Natalis Iyai
NPM : 0611 12 044
Program   Studi   Biologi
Fakultas Matematika dan  Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor
2014

Daftar     Isi

Bab I :  Pendahuluan ……………………………………............................... 3
Bab II  : Euchema spinosum…………………………………….... ................ 4
Bab III : Kegunaan ........................................................................................ 5
Daftar Pustaka .............................................................................................. 7






I.            Pendahuluan

Rumput laut banyak dikembangkan di pesisir pantai Indonesia, mengingat panjangnya garis pantai Indonesia (81.000 km), maka peluang budidaya rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata-rata 21,8% dari kebutuhan dunia, sekarang ini pemenuhan untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya produksi rumput laut Indonesia disebabkan karena kegiatan budidaya yang masih kurang optimal (Aslan, 2011).
Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Sulawesi Tenggara (Eucheuma spinosum) merupakan, salah satu alternatif untukmeningkatkan pendapatan petani atau nelayan serta pemanfaatan lahan di pesisir pantai dan memiliki nilai ekonomis penting yang mana sebagai komoditas hasil perikanan yang sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karagenan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, dan industri lainnya seperti industri kertas, tekstil, fotografi, pasta dan pengalengan ikan.
Dengan demikian, prospek rumput laut sebagai komoditas perdagangan semakin cerah, baik dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun kebutuhan ekspor. Salah satu kawasan pesisir yang mempunyai potensi untuk dikembangkan budidaya E. spinosum yaitu di Desa Ranooha Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan. Diketahui sebagian besar wilayah Desa Ranooha merupakan wilayah pesisir, sehingga masyarakat pada umumnya merupakan nelayan dan berprofesi sebagai petani rumput laut yang memanfatkan luas laut yang dimiliki sebagai mata pencaharian utama.


II.            Euchema Spinosum

Eucheuma spinosum merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae
(alga merah) yamg mampu menghasilkan karaginan. Eucheuma dikelompokkan
menjadi beberapa spesies yaitu Eucheuma edule, Eucheuma spinosum, Eucheuma
cottoni, Eucheuma cupressoideum dan masih banyak lagi yang lain. Kelompok
Eucheuma yang dibudidayakan di Indonesia masih sebatas pada Eucheuma cottoni
dan Eucheuma spinosum.

Eucheuma spinosum merupakan : rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor (Sulistijo, 1996 dalam Limin Santoso dan Yudha Tri Nugraha, 2007). Rumput laut juga dapat diandalkan sebagai salah satu produk perikanan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di pesisir karena teknologi yang digunakan sederhana dan murah sehingga cocok untuk masyarakat pesisir dengan kondisi ekonomi dan pendidikan yang masih rendah (Runtuboy dan Sahrun, 2001 dalam Limin Santoso dan Yudha Tri Nugraha, 2007).
Eucheuma spinosum merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas Rhodophyceae (ganggang merah). Klasifikasi rumput laut jenis ini menurut (Anggadiredja et al. 2006) adalah sebagai berikut:
Kingdom            : Plantae
Divisi                : Rhodophyta
Kelas                : Rhodophyceae                                                                                                    
Ordo                 : Gigartinales
Famili                : Solierisceae
Genus               : Eucheuma
Jenis                 : Eucheuma spinosum




Hasil pengukuran menunjukan kecenderungan peningkatan suhu mulai hari pertama sampai hari ke-45 (29-30,80C). Suhu perairan relatif stabil dengan peningkatan yang tidak terlalu drastis antara pagi (09.30-10.30 WITA) dan sore (15.30-16.30 WITA). Kondisi tersebut terjadi karena lokasi pengamatan perairan laut yang memiliki paparan sinar matahari sebagai dampak kecerahan yang sangat tinggi (mencapai dasar laut). Kisaran suhu hasil pengukuran (28-300C) sesuai dengan yang dibutuhkan oleh E. spinosum agar dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu melalui evaluasi suhu perairan menunjukan bahwa Desa Ranooha layak untuk budidaya E. spinosum karena mempunyai fluktuasi suhu kurang dari 20C (Munoz et al., 2004). Kisaran suhu sangat spesifik dalam pertumbuhan rumput laut, disebabkan adanya enzim pada rumput laut yang tidak berfungsi pada suhu yang terlalu dingin maupun terlalu panas (Dawes, 1981 dalam Amiluddin, 2007). Suhu perairan yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada rumput laut seperti dalam proses fotosintesis, kerusakan enzim dan membran yang bersifat labil. Sedangkan pada suhu rendah, membran protein dan lemak dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel, sehingga mempengaruhi kehidupan rumput laut (Luning, 1990). Setiap organisme laut memiliki




III.            Kegunaan
Pemanfaatan Eucheuma spinosum adalah sebagai salah satu jenis rumput laut penghasil karagenan (carragenophytes). Eucheuma spinosum jenis rumput laut penghasil iota karaginan. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer.

Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan berat molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996). Karagenan berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadiredja et al. 2006). Selain itu karaginan juga berperan sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996).

Arus laut memiliki pengaruh yang besar terhadap aerasi, transportasi nutrien dan pengadukan air, sehingga berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh E. spinosum. Arus yang terlalu kuat juga dapat menyebabkan thallus rumput laut patah, sehingga lokasi budidaya E. spinosum harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang terlalu kuat (lebih 50 cm/detik (Richohermoso et al., 2006). Data yang diperoleh selama penelitian kecepatan arus perairan laut Desa Ranooha berkisar 0,34-0,41 cm/detik.

Bibit rumput laut yang digunakan adalah E. spinosum hasil budidaya petani rumput laut di Desa Ranooha Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan. Bibit rumput laut tersebut baru di ambil dari lokasi penanaman rumput laut selama 35 hari.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode long line. Bibit rumput laut diikat pada tali yang panjang, selanjutnya dibentangkan di perairan. Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini adalahmenggunakan tali sepanjang 30 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar. Pada setiap jarak 1 meter diberi pelampung berupa botol bekas dan pada jarak 5 m diberi pelampung berupa bola. Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak tanam rumput laut 10 cm, 20 cm, 30 cm, dan 40 cm dengan banyaknya bibit masing-masing jarak ikat tanam yaitu 30 bibi


Daftar Pustaka

Afrianto E., dan Liviawaty, E., 2003. Budidaya Laut dan Cara Pengolahannya Bharata Jakarta. 84 hal. Amiluddin, NM. 2007. Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Terkena Penyakit Ice-Ice di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Previous
Next Post »
0 Komentar

Unggulan Post

Warna Feses Bisa Menunjukkan Kondisi Kesehatan Anda.

Karikatur Fese dalam usus manusia  Feses merupakan hasil kotoran dari proses pencernaan. Kotoran ini terdiri dari sisa-sisa makanan yang tid...