Buah-buahan
mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam
menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah
maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah
buah yang telah mencapai tingkat kematangannya.
Untuk meningkatkan hasil buah
yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan
substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan
mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan
penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan
aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Ethylene
mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah tropica
selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak
lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum
masak. Sejak saat itu Ethylene (C2 H2)
dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Ethylene
adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan
(phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai hormon karena
telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman,
besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti
hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuan dan
perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi
pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa
ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.
Proses
pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat
dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau).
Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak
dimakan.
Proses
pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi
buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali
dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah
ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses
klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas selnya
yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung
dan bereaksi satu dengan lainnya.
Perubahan
warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik,
atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena
perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada
pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau
sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil
merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat.
Menjadi
lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi
pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak
(pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym
antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose.
Flavour
adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan
kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada
lidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi
rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang
mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi
flavour khas pada buah.
Proses
pematangan juga diatur oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine, gibberellin,
asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan ethylene,
tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat menghilangkan
perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda
penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym
penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan.
A. Ethylene Sebagai Hormon
Pematangan
Ethylene
sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah
membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang
setelah 11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan ethylene
10 ppm selama 24 jam buah adpokat tersebut akan
matang dalam waktu 6 hari. Skema hubungan antara waktu klimatkterik
dengan konsumsi oksigen pada buah adpokat dapat dilihat pada Gambar 1 (Winanro,
1970).
Aplikasi
C2H2 (Ethylene) pada buah-buahan klimakterik, makin besar
konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat
stimulasi respirasinya. Ethylene tersebut bekerja paling efektif pada waktu
tahap klimakerik, sedangkan penggunaan C2H2 pada tahap post klimakerik tidak
merubah laju respirasi.
Pada
buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah
pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik
hanya sedikit. Pengaruh ethylene pada laju respirasi buah-buahan klimakerik dan
non klimakterik dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat
diketahui bahwa ethylene merangsang pemasakan klimakerik. Sedangkan
menurut Winarno (1979) dikatakan bahwa
uah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan
ethylene dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk
percobaannya adalah jeruk. Hubungan antara waktu klimakterik dan konsumsi
oksigen pada buah jeruk dapat dilihat pada Gambar 4. Di samping itu pada
buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene beberapa kali akan
terjadi klimakterik yang berulang-ulang.
Penelitian
Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan
kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan
mangga sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan
zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat
hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan dengan C2H2 mengakibatkan
irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang menarik dari putih
ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang khas.
Gambar 5. Menunjukkan hubungan antara C2H2 dengan
penhambat peroksidase pada irisan-irisan mangga Alphonso.
B. Ethylene dan Permeablitas Membran
Ethylene
adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari
senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam
membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi
kemdian ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan
meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan
dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan
interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.
C.
Ethylene dan Aktiitas ATP-ase
Ethylene
mempunai peranan dalam merangsang aktiitas ATP-ase dalam penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzym yang diperlukan dalam
pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun reaksinya adalah sebagai
berikut:
ATP
-------------------------à ADP + P
----------------------------à Energi
ATP-ase
D.
Ethylene sebagai “Genetic Derepression”
Pada
reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang pertama
adalah “Gene repression” yang menghambat jalannya reaksi yang berantai untuk
dapat berlangsung terus. Yang kedua adalah “Gene Derepression” yaitu faktor
yang dapat menghilangkan hambatan tersebut sehingga reaksi dapat berlangsun.
Selain
itu ethylene mempengaruhi proses-proses yang tejadi dalam tanaman termasuk
dalam buah, melalui perubahan pada RNA dan hasilya adalah perubahan dalam
sintesis protein yang diatur RNA sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami
perubahan pula.
E.
Interaksi Ethylene dengan Auxin
Di dalam
tanaman ethylene mengadakan interaksi dengan hormon auxin. Apabila konsentrasi
auxin meningkat maka produksi ethylenpun akan meningkat pula. Peranan auxin
dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan ethylene, tetapi
apabila konsentrasinya ethylene cukup tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya
sintesis dan aktifitas auxin.
F.
Produksi dan Aktifitas Ethylene
Pembentukan
ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh adanya
kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan
mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat
mempercepat pematangannya.
Penggunaan
sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah Peach yang
disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan
ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar
radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi
ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu
tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2
% tidak terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu
suhu rendah dan oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan
buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan
tersebut.
Aktifitas
ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada
Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan
konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses
pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas
ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-buahan
yang lain suhunya lebih rendah.
0 Komentar