Kumbang tinja scarabaeids (scarabaeids dungbeetles)
merupakan salah satu kelompok dalam famili Scarabaeidae (Insecta: Coleoptera)
yang dikenal karena hidupnya pada tinja. Anggota dari famili Scarabaeidae yang
lain sebagai pemakan tumbuhan (Borror et al., 1992). Beberapa famili lain
misalnya: Histeridae, Staphylinidae, Hydrophilidae dan Silphidae juga hidup
pada tinja namun tidak termasuk kelompok kumbang tinja karena mereka tidak
mengkonsumsi tinja tetapi predator dari arthropoda yang hidup pada tinja
(Britton, 1970; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken, 1991;
Krikken, 1989).
Keberadaan kumbang tinja erat kaitannya dengan
satwa, karena ia sangat tergantung kepada tinja satwa sebagai sumber pakan dan
substrat untuk melakukaan reproduksinya. Kumbang tinja scarabaeids merupakan
komponen penting dalam ekosistem hutan tropis (Davis, 1993; Hanskin and
Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken, 1991). Kumbang tinja di hutan dapat
berfungsi sebagai pedegradasi materi organik yang berupa tinja satwa liar
terutama mamalia, dan kadang-kadang burung dan reptil. Tinja diuraikan oleh
kumbang menjadi partikel dan senyawa sederhana dalam proses yang dikenal dengan
daur ulang unsur hara atau siklus hara.
Peran lain dari kumbang tinja di alam adalah sebagai
penyebar pupuk alam, membantu aerasi tanah, pengontrol parasit (Thomas, 2001),
dan penyerbuk bunga Araceae (Sakai and Inoue, 1999). Oleh karena fungsinya yang
sangat penting dalam ekosistem, maka Primark (1998) menyatakan bahwa kumbang
tinja merupakan jenis kunci (keystone species) pada suatu ekosistem.
Dalam suatu ekosistem hutan, setiap jenis satwa liar
mempunyai daerah distribusi atau relung dan kelimpahan yang berbeda-beda pada
suatu lingkungan, sehingga keberadaannya akan mempengaruhi keragaman dan
kelimpahan kumbang tinja scarabaeids (Hanskin and Cambefort, 1991). Tingginya
keragaman jenis satwa akan mengakibatkan pada tingginya keragaman jenis kumbang
tinja, serta tingginya populasi satwa akan mengakibatkan pada tingginya
populasi kumbang tinja yang memakannya.
Davis dan Sulton (1998) menyatakan bahwa kumbang
tinja penting sebagai indikator biologi, dimana pada lingkungan yang berbeda
akan mempunyai struktur dan distribusi kumbang tinja yang berbeda pula.
Walaupun penelitian spesifikasi atau spesialisasi jenis kumbang tinja terhadap
tinja jenis satwa tertentu adalah penting, namun belum ada publikasi yang telah
dilaporkan. Kajian khusus tentang peran dan fungsi kumbang tinja scarabeid
dalam ekosistem hutan tropis pegunungan juga baru sedikit diketahui (Primack,
1998; Hanskin and Krikken, 1991).
PEMBAHASAN
Kumbang tinja scarabaeids
(scarabaeids dungbeetles) merupakan salah satu kelompok dalamfamili
Scarabaeidae (Insecta: Coleoptera) yang dikenal karena hidupnya pada tinja.
Anggota dari famili Scarabaeidae yang lain sebagai pemakan tumbuhan (Borror et
al., 1992). Beberapa famili lain misalnya: Histeridae, Staphylinidae,
Hydrophilidae dan Silphidae juga hidup pada tinja namun tidak termasuk kelompok
kumbang tinja karena mereka tidak mengkonsumsi tinja tetapi predator dari
arthropoda yang hidup pada tinja (Britton, 1970; Hanskin and Cambefort, 1991;
Hanskin and Krikken, 1991; Krikken, 1989).
Keberadaan kumbang tinja erat
kaitannya dengan satwa, karena ia sangat tergantung kepada tinja satwa sebagai
sumber pakan dan substrat untuk melakukaan reproduksinya. Kumbang
tinjascarabaeids merupakan komponen penting dalam ekosistem hutan tropis
(Davis, 1993; Hanskin and Cambefort, 1991; Hanskin and Krikken, 1991).
Kekayaan jenis kumbang tinja
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan terutama oleh tipe vegetasi, tipe
tanah, dan jenis kotoran (Doube, 1991; Davis et al., 2001); Faktor lainnya
seperti titik lintang (Hanski dan Cambefort, 1991), ketinggian tempat (Lobo dan
Halffter, 2000), ukuran kotoran hewan (Erroussi et al., 2004), dan musim
(Hanski dan Krikken 1991) turut menentukan keragaman spesies kumbang tinja.
Lumaret dan Kirk (1991) melaporkan terjadinya perubahan kelimpahan relatif
spesies kumbang tinja mengikuti tipe vegetasi yang ada di wilayah temperata,
tetapi kelimpahan dari kelompok fungsional yang berbeda relatif tetap.
Dilaporkan juga terjadinya penurunan keragaman
spesies kumbang tinja mengikuti peningkatan penutupan tajuk tumbuhan
(vegetation cover) dan hal ini mengindikasikan adanya pengaruh intensitas
cahaya. Meskipun demikian hasil studi pada beberapa wilayah Tropis tidak
menunjukkan adanya perbedaan keragaman kumbang tinja pada tingkat penutupan
tajuk yang berbeda.
Kumbang tinja tersebar luas pada
berbagai ekosistem (ubiquitous), spesiesnya beragam, mudah dicuplik dan
memiliki peran yang penting secara ekologis sehingga merupakan salah satu
indikator yang baik terhadap kerusakan hutan tropis yang diakibatkan oleh
aktifitas manusia (Nummelin dan Hanski 1989; Klein 1989; Davis dan Sutton,
1998; Lawton et al., 1998; Davis et al., 2001; Mc.Geoch et. al., 2002).
Doube (1983) menjelaskan bahwa
bentuk kanopi tumbuhan dan tipe tanah sangat berpengaruh terhadap spesies dan
keaktifan kumbang tinja. Di daerah yang bersemak, populasi serta spesies
kumbang tinja jauh lebih banyak, jika dibandingkan dengan daerah padang rumput.
Hal ini disebabkan di daerah bersemak lebih sesuai untuk aktifitas terbang.
Sementara itu pada daerah yang bersemak yang bertanah liat lempung populasi dan
spesies- spesies kumbang jauh lebih banyak dari pada yang dijumpai di tanah
liat berpasir.
Hal ini diakibatkan karena kemampuan
tanah liat lempung untuk mengikat dan menahan air yang merupakan kebutuhan
kumbang tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah liat berpasir.
Tipe tanah juga berpengaruh terhadap kelompok kumbang tinja yang ada. Pada
tanah yang gembur lebih banyak ditemukan kelompok endokoprid dibandingkan
kelompok dweller (Hanski dan Cambefort, 1991).
Kumbang tinja berperan dalam menjaga
penyebaran ‘bank biji’, sehingga turut menjaga kemampuan regenerasi hutan
(Estrada et al., 1999). Kumbang tinja juga dilaporkan membantu penyerbukan
tumbuhan tertentu seperti Orchidantha inouei (Lowiaceae, Zingiberales).
Tumbuhan ini mengeluarkan bau mirip kotoran hewan sehingga menarik kedatangan
kumbang tinja (Sakai dan Inoue, 1999).
Kumbang tinja juga memiliki
kemampuan untuk mensintesis senyawa antimikroba, terbukti dari kemampuannya
untuk tetap hidup dan berkembang biak pada kotoran hewan yang dipenuhi berbagai
jenis mikroba (jamur dan bakteri) serta nematoda parasit (Vulinuc, 2000).
Dengan demikian salah satu potensi kumbang tinja yang belum terungkap
adalahsebagai sumber senyawa antimikroba.
Kumbang tahi dikenal suka menggelindingkan
bola-bola terbuat dari kotoran yang berbobot 50 kali lebih berat ketimbang
tubuhnya sendiri. Kini, para peneliti telah menemukan fungsi baru bola-bola
kotoran tersebut.
Dilansir dari Dailymail, Kamis
(25/10/2012), seiring kumbang tahi menggelindingkan bola kotoran miliknya,
serangga ini juga memanfaatkannnya untuk mendinginkan kaki serta kepalanya. "Kumbang
itu memanjat ke puncak bola yang lembab kapanpun ketika kaki serta kepalanya
kepanasan," papar salah satu peneliti, Marcus Byrne.
Ketika berada di atas bola kotoran
miliknya, kumbang tahi seringkali mengusap wajahya. Para peneliti mencurigai
ini merupakan perilaku khas bertujuan menyebarkan carian ke kaki serta kepala
agar menjadi lebih dingin. "Kami menemukan bahwa mereka lebih sering
memanjat bola-bola miliknya di tengah terik matahari siang," imbuhnya.
Mereka membuktikan penemuan tersebut
dengan cara memberikan lapisan silikon dingin ke kaki serangga-serangga itu.
Hasilnya, serangga yang memiliki lapisan silikon tersebut tidak terlalu sering
memanjat bola kotoran miliknya.
Sekian
penjelasan dari kami tentang kumbang tinja diatas. Kami sangat mengharapkan
saran dan komentar yag membangun dari pembaca sejalian tentan tulisan diatas. Terimakasih
sudah berkunjung dan kita akan berjumpa lagi di update berikutnya. Jangan lupa
kunjungi kembali.
0 Komentar