Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah salah satu contoh satwa langka dan endemik yang ada di Indonesia tepatnya di pulau Bali dengan sebaran terluasnya antara Bubunan Buleleng sampai ke Gilimanuk, namun pada saat ini menciut hanya terbatas pada kawasan Taman Nasional Bali Barat tepatnya di Semenanjung Prapat Agung dan Tanjung Gelap Pahlengkong yang habitatnya bertipe hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim dan savana .
Pemerintah sangat serius untuk
memperhatikan kelestarian satwa endemic yang terancam akan kepunahan ini,
karena selain terletak di pulau dewata yang terkenal dengan wisatanya,
keberhasilan program pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) akan
menunjukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia juga memperhatikan
lingkungan melalui prinsip konservasi serta merupakan kewajiban setiap insan
untuk mempertahankan dan melestarikan kehidupan liar sebagai wujud untuk
mensyukurinya karena hutan dan isinya sangat berguna bagi manusia .
Namun
diakui semakin kita giat dan berupaya keras untuk melakukan pelestarian Jalak
Bali (Leucopsar rothschildi) di alam melalui penerapan peraturan
perundangan yang ada, pembinaan habitat serta pemberdayaan masyarakat melalui
penyuluhan-penyuluhan ternyata tantangan dan permasalahannya semakin banyak
ditemui dan dirasakan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kelangkaan pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) selain pada faktor
alamiah (kualitas habitat, adanya predator, penyakit, satwa pesaing, maupun
mati karena usia tua) juga faktor adanya ulah oknum manusia yang tidak
bertanggung jawab.
Morfologi
Dalam ilmu biologi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
·
Phylum : Chordota
· Ordo
: Aves
·
Famili : Passeriformis
·
Spesies : Leucopsar rothschildi, Stressmann, 1912
· Nama
lokal : Curik Bali, Jalak Bali, Jalak Putih Bali
Ciri-Ciri
1. Bulu
Bulu seluruhnya putih kecuali ujung
sayap dan ujung ekor yang berwarna hitam.
2. Mata
Matanya berwarna coklat tua, daerah
sekitar kelopak mata tanpa bulu berwarna biru tua.
3. Jambul
Jalak Bali memiliki jambul yang berupa
beberapa helai bulu, jantan bentuknya lebih indah dan mempunyai jambul lebih
panjang dari pada yang betina.
4. Kaki
Kakinya berwarna abu-abu pucat dengan
jari jemari yaitu satu kebelakang, dan tiga jari lainnya kedepan.
5. Paruh
Paruh runcing dengan panjang ± 2–5 cm,
berbentuk khas yaitu dibagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak.
Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung kuning kecoklatan (Sungkawa, 1974 ;
Alikodra, 1979).
6. Ukuran
Antara burung jantan dan betina sulit
dibedakan, perbedaannya adalah bahwa yang jantan agak lebih besar dan memiliki
kuncir yang agak panjang.
7. Telur
Jalak Bali bertelur 2-3 butir,
berwarna biru ( Suryawan , 1995 )
Waktu
Berbiak di Alam
Pada kenyataan dilapangan waktu
perkembangbiakannya, Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) cenderung
bersamaan dengan musim hujan yang mana dimungkinkan karena pada musim tersebut
tersedia banyak pakan alam di habitatnya dan juga suhu serta kelembabannya dimungkinkan
cukup ideal dalam keberhasilan penetasan telurnya sementara beberapa pemerhati
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) menyatakan :
1. Jalak Bali Leucopsar
rothschildi) melakukan perkawinan dalam bulan Oktober sampai dengan Januari
(Alikodra,1979) .
2. Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi)berkembang biak pada bulan Januari samapai dengan bulan Juli ,
cenderung lebih dipengaruhi oleh musim hujan (Suryawan, 1995)
3. Periode
kembang biak Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dimulai sejak musim
penghujan, yaitu berkisar pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret
(Natawira, 1978).
Sarang
Pembuatan sarang dilakukan
bersama-sama oleh jantan dan betinanya dan disusun pada dasar lubang sedemikian
rupa, lubang sarang tidak dibuatnya sendiri akan tetapi menempati bekas sarang
yang dibuat oleh jenis burung Pelatuk atau Bultok dan atau lubang alami pada
batang pohon yang terdapat lubang secara alami (gerowong). Bahan yang digunakan
untuk menyususun sarang antara lain daun-daun dan rumput kering, ranting, dan
bulu burung. Jenis pohon yang secara umum ditempati Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) untuk berkembang biak adalah pohon Talok (Grewia
koordersiana), Walikukun (Schoultenia ovata), Laban (Vitex
pubescens), dan Klumprit (Terminalia microcarpa).
Penyebaran
Keberadaan penyebaran Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) sesuai dengan sejarahnya berada anatara Desa Bubunan Singaraja
sampai dengan Gilimanuk tetapi dari tahun ketahun penyebarannya pun menjadi
lebih kecil dan menyempit. Pada masa sekarang ini Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) terbatas hanya menempati Semenanjung Prapat Agung, khususnya
di wilayah Teluk Berumbun dan dilokasi Tanjung Gelap Taman Nasional Bali Barat.
Menurut IUCN (1966) dalam Suwelo (1976), Jalak Bali masih ditemukan hidup liar
diluar kawasan Taman Nasional Bali Barat yaitu di Bubunan (50 km sebelah timur
kawasan). Demikian juga Kuroda (1933) menyatakan yang dikutip oleh Euis (1990)
pernah menangkap Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di daerah Bubunan
dan Pulaki (25 km sebelah timur kawasan) untuk kepentingan penelitian.
Sejarah
Penemuan
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
pertama kali ditemukan oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung
berkebangsaan Inggris yaitu pada tanggal 24 Maret 1911 ketika terjadi kerusakan
kapal Ekspedisi Malaku II yang mengangkut para biologiawan dan rombongan
penelitian terpaksa mendarat di Singaraja selama ±3bulan. Disekitar Bubunan,
Dr. Baron Stressmann menembak Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) untuk
kepentingan penelitian. Kemudian pada tahun 1925, Dr. Baron Victor Van Plessenn
meninjau pulau Bali dan mengadakan penelitian lebih lanjut atas anjuran Dr.
Stressmann, ia menemukan penyebaran Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
mulai dari Desa Bubunan sampai dengan Gilimanuk dengan jumlah masih ratusan dan
hidup berkelompok (berkoloni). Pada tahun 1928 sebanyak 5 (lima) ekor Jalak
Bali (Leucopsar rothschildi) dibawa ke Inggris dan pada tahun 1931 telah
berhasil berkembang biak . Pada tahun 1962 kebun binatang Sandiego di Amerika
Serikat mengembangbiakan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) (Rindjin,
1989).
Status
1. Sejak tahun
1966, IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) telah memasukkan Jalak Bali kedalam red data book, yaitu buku yang
memuat jenis flora dan fauna yang terancam punah.
2. Pada
konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on
International Trade in Endegered Species of Wild Flora and Fauna), Jalak Bali
terdaftar dalam Appendix I, Yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang
untuk diperdagangkan .
3. Pemerintah
Indonesia mengeluarkan Surat Kepmen. Pertanian Nomor 421/kpts/Um/70 tanggal 26
Agustus 1970, yang menerangkan antara lain bahwa Jalak Bali dilindungi .
4.
Dikatagorikan sebagai satwa Endemik Bali karena Jalak Bali habitat aslinya hanya
ada di pulau Bali tidak ada di habitat lainnya (saat ini ruang hunian menyempit
hanya ada dikawasan Taman Nasional Bali Barat).
Populasi
Menurut Anonimous, (1999) bahwa
kondisi populasi Jalak Bali Leucopsar rothschildi) sejak tahun 1974
sampai tahun 1997 cenderung berfluktuasi lebih dipengaruhi oleh konflik
kepentingan kawasan dimana beberapa bagian habitat alaminya tergusur karena
kepentingan konversi (perubahan system), selain dari itu laju pertumbuhan
penduduk dengan berbagai kepentingannya berpengaruh nyata makin menekan laju
pertumbuhan populasi . Sementara pada saat ini ruang hunian (home ring) dari
pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) tidak lebih dari 1000 hektar
pada 2 lokasi yaitu di Teluk Berumbun wilayah Semenanjung Prapat agung dan
Tanjung Gelap wilayah Pahlengkong.
Dinamika Polulasi
Berdasarkan sejarah penyebaran
terdahulu pada periode 10 tahun terakhir diketahui bahwa burung Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) memiliki wilayah sebaran relative cukup luas antara lain masih
dijumpai diwilayah Semenanjung Prapat Agung tepatnya di wilayah Teluk Kelor
yang meliputi Asam Kembar, Kali Ombo, Bukit Kelor, Bukit Utama, Kesambi pos,
gondang barat dan lembah kesambi. Sedangkan wilayah Teluk Berumbun meliputi
daerah Trianggulasi, Kesambi tali, Gondang timur, Laban lestari, menara
Shaolin, Kemloko bawah/ belakang atas pos, bukit ponton timur kubah dan
kelompang.
Pada wilayah hunian Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang ada di Tanjung Gelap hanya berada pada kisaran Kandang
pelepasan, Pertigaan Bali Tower, Belakang Bali Sadle, dan Pertigaan Monsoon
Forest.
Adapun hasil inventarisasi pada
periode Oktober 2008, yang dilakukan oleh para Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)
Taman Nasional Bali Barat, diketahui bahwa jumlah Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang terpantau pada wilayah sebaran Teluk Berumbun sebanyak 14
ekor termasuk 1 anakan dari 32 ekor yang dilepas. Sedangkan pada wilayah hunian
Tanjung Gelap sebanyak 16 ekor termasuk 1 anakan dari 20 ekor yang telah
dilepas sehingga jumlah keseluruhan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
yang ada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (alam liar, selain di Pusat
Penangkaran Jalak Bali Tegal Bunder) sebanyak 30 ekor. Sehingga terjadi
penyusutan sebanyak 22 ekor dari total yang dilepas, belum termasuk
keberhasilan beberapa anakan yang pada saat inventarisasi tidak ditemukan.
Faktor
Pembatas
Daya
Biak
Pada Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang ada di habitat dari hasil monitoring para petugas
lapangan yang ada di lingkup BTNBB menyatakan bahwa Jalak Bali berkembang biak
rata-rata 1 s/d 2 kali dalam setiap musim pada pasangan yang sama, namun hal
itu bisa tidak terjadi akibat dari beberapa gangguan predator dan pesaing
penguasa sarang yang ada . Pada keberhasilan anakan (telur menetas) rata-rata
berjumlah antara 1-2 ekor anakan pernah terjadi 3 anakan namun hal itu terjadi
sangatlah langka. Belum lagi jumlah populasi yang tergolong sedikit sangat
dikawatirkan nantinya terdapat perkawinan yang sedarah sehingga anakan menjadi
tidak normal . Sehingga dalam hal ini perlu adanya penelitian/ kajian berapa
idealnya populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) mendiami suatu
luasan habitat.
Kondisi
Habitat
Pada intinya suatu binatang (satwa
liar) akan bertahan hidup pada suatu tempat (habitat) , tidak berpindah dan
dapat berkembang biak dengan baik karena habitatnya dapat memenuhi kebutuhan
hidup mulai dari kebutuhan akan air, makan, tempat berlindung (cover), tempat
bersarang dan keseimbangan antara populasi suatu satwa dengan predator serta
satwa yang bersimbiosis menguntungkan atau yang menjadi pesaingnya. Adapun
hal tersebut biasa disebut faktor-faktor pendukung suatu habitat yang ideal.
a. Sumber Air
Pada kenyataannya mulai dahulu habitat
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang ada di Semenanjung Prapat Agung
tidak ada sumber air tawar, disana hanya terdapat kubangan-kubangan air payau
yang pada saat air laut pasang terdapat genangan, sebaliknya pada saat air laut
surut menjadi kering hal ini dimungkinkan menjadi faktor semakin menurunnya
populasi. Namun saat ini telah dilakukan upaya pembinaan habitat melalui
pemberian bak-bak satwa kecil yang diletakkan pada sekitar sangkar
pengadaptasian Jalak Bali Leucopsar rothschildi) sebelum dilakukannya
pelepasan.
b. Vegetasi
Seperti pada umumnya satwa liar pasti
akan membutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk bahan makanannya maupun sebagai tempat
perantara mencari makan (hunting food) serta dapat digunakan untuk berlindung
dari serangan predator. Pada habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
vegetasi yang menyusun habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yaitu
adanya hutan mangrove, hutan musim yang didominasi pohon Talok (Grewia
koordersiana), Walikukun (Schoultenia ovata), Pilang (Acasia
leucoplea), Tekik (Albizzia lebeckioides), Kemloko (Phylantus
emblica), Kesambi (Schleichera oleosa), Laban (Vitex pebescens),
Putian (Symplocos javanica), Krasi (Lantana camara) dan Kayu Pait
(Strycnos lucida).
Pada musim kemarau pada jenis-jenis
pohon yang terdapat pada formasi hutan musim menjadi mengering dan terasa
ektrim untuk kehidupan liar yang ada, sedangkan Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) pada umumnya juga perlu pemenuhan protein nabati dari
tumbuh-tumbuhan tersebut.
Kemudian pada tumbuh-tumbuhan yang ada
tersebut merupakan tempat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) juga
mencari jenis serangga sebagai jenis pakan favoritnya tetapi pada waktu musim
kemarau hal itu sangat sulit didapatnya karena suhu yang panas akibat kemarau
panjang sehingga terjadi penurunan kualitas habitat.
c. Predator
Seperti kita kitahui Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang ada dihabitat sekarang ini merupakan Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang secara keseluruhan merupakan hasil lepasan dari
penangkaran yang mulanya terkena rasa ketergantungan oleh manusia sehingga
perlu adanya adaptasi yang lama terhadap habitat yang dihuninya karena jenis
predator pada kenyataannya cukup beraneka ragam mulai dari Elang Perut Putih (Haliaetus
loeucogaster), Elang Ular (Spilornis chela), Alap-alap Capung (Microhierak
fringilarius), Biawak (Varanus gauldi), Ular, Musang hitam dan
kucing hutan.
Pada rentan waktu ±1 tahun berawal
dari pelepasan sampai dengan kegiatan inventarisasi yang dilakukan pada 2008
ini ternyata banyak kejadian yang berindikasi pada penyerangan predator
terhadap Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Penemuan-penemuan barang
bukti Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang diindikasikan adanya
serangan dan pemangsaan dari predator mayoritas ditemukan dekat sarang yang
dikuasainya berupa bulu-bulu serta sisa kaki dan ring warna maupun ring nomor
identitas .
d. Satwa
Pesaing
Satwa pesaing ini ternyata berpengaruh
pada keberhasilan peningkatan populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
terbukti dengan adanya kejadian jenis burung Raja Udang melakukan perebutan
kekuasaan wilayah sarang gowok yang ada dihabitat, Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) yang merupakan hasil dari lepasan penangkaran ada yang kalah
bersaing dan mengakibatkan luka parah dengan berakhir pada kematian . Begitu
juga pada lebah madu, mereka juga merupakan pesaing dalam penguasaan sarang
gowok yang ada.
e. Indikasi
Tempat bersarang
Pada dasarnya Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) dalam mempatkan telurnya tidak seperti halnya jenis burung
lain yang mampu membuat sarangnya dengan menata ranting dan semak pada dahan
atau tajuk pohon. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) meletakkan telurnya
pada rongga-rongga pohon alami atau bekas sarang gowok jenis burung bultok
maupun pelatuk sedangkan dihabitatnya dapat terbilang sangat minim adanya
sarang gowok alami yang diindikasikan dapat digunakan sebagai sarana untuk
menetaskan telurnya.
Perburuan
Liar
Konon berdasarkan kabar burung yang
tidak jelas arahnya, yang beredar dimasyarakat, Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) mempunyai harga setiap ekornya dapat mencapai 10 juta rupiah
di pasar gelap. Benar atau tidaknya isu ini berdampak negatif bagi keberadaan
populasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) karena secara tidak langsung
memicu masyarakat untuk mengeksploitasinnya meskipun akan berhadapan dengan
hukum yang berlaku.
Pada kenyataannya menurut informasi
tenaga fungsional polhut, setelah diadakan pelepas liaran Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) ke habitat pada awal bulan Desember 2007 , terdapat penemuan
barang bukti di daerah Tebing Gondang yang diindikasikan sebagai percobaan
perburuan pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) berupa sabit, senter
dan pulut (semacam lem dari getah pohon) yang masih disimpan rapi didalam
toples plastik, hal itu ditemukan pada saat berpatroli pada beberapa minggu
setelah pelepasan. Kemudian polhut juga menginformasikan adanya percobaan
perburuan lagi, bahkan mereka sempat meletuskan beberapa tembakan kearah
pelaku, karena pelaku sangat gesit dan lihai akhirnya hanya barang bukti
pemikatnya yang dapat diambil oleh petugas polhut .
Adapun permasalahan yang mengakibatkan mudahnya pemburu masuk dan melakukan
aksinya adalah karena akses dari kawasan Taman Nasional Bali Barat yang mudah
dijangkau serta banyak pintu masuk, karena dikelilingi oleh laut serta wilayah
yang tidak menyatu pada satu wilayah yang utuh karena terpecah-pecah oleh
keberadaan hutan produksi dan terbelahnya kawasan dengan jalan raya menuju arah
Singaraja.
Pemasangan Ring Burung Lepasan
Untuk membedakan antara burung lepasan dengan burung asli alam di
habitat, para ahli burung menyarankan untuk melakukan pengidetitasan sebelum
dilakukann pelepasan baik melalui pemasangan ring maupun pemasangan Chive
Transponder kedalam tubuh burung. Pada kenyataannya Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) lepasan yang telah dipasang ring identitas secara riil
mengganggu keberadaan burung bahkan mengarah pada terlukanya kaki yang dapat
mengakibatkan cacat pada burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi).
0 Komentar